Aku demi kamu untukmu yang demikian,
Ada seseorang yang demi untuk orang lain rela mematahkan hatinya sendiri, rela kehilangan dirinya sendiri, rela bangun kemudian jatuh berkali-kali, rela menjadi apa yang dia tidak inginkan, rela menangis untuk bahagia seseorang, dan itu semua karena demi.
Jangan mengutuk kebodohannya, dia bahkan sering kali mengutuk diri sendiri.
Baik atau buruk, untuk dia itu semua karena perihal demi.
Jika air mengalir dari tempat yang tinggi menuju tempat yang lebih rendah.
Mungkin dia mengikuti prinsip air, terus mengalir saja tapi dia lupa air juga sering terbentur batu, melewati tempat curam, bertemu berbagai tempat yang harus diisi sesuai bentuk masing-masing, dan kemungkinan terburuk terbawa arus tak bisa kembali.
Satu hal yang lupa dia pahami, bahwa air sumber kehidupan, maka ia sangat berarti.
Air itu tangguh, berani, mengalir untuk menghidupi dan dia ingin seperti air itu.
Terkadang dia tidak tau demi siapa mengungkapkan siapa dirinya.
Dan sebuah pengungkapan tidak lah berarti tanpa pengakuan bukan?
Kita punya beberapa hal yang berat untuk diungkapkan, namun dengan mudah seseorang meminta jawaban atas pertanyaan yang bahkan kita enggan mengungkapnya.
Yang ditanya ini serba ga enakan demi ngejawab.
Yang ditanya ini serba mendahulukan demi perasaan orang timbang perasaan sendiri.
Yang ditanya ini rela rapuh demi untuk mengulang hal yang sama.
Kamu boleh saja bertanya, tapi tidak menghakimi apa yang baik atau buruk menurutmu untuk dia lakukan.
Bertanya memang menunjukkan rasa kepedulian, tetapi jika dilakukan berulang-ulang itu bisa menjadi bomerang.
Bukan bagi yang bertanya, tapi bagi perasaan si penjawab.
Pada saat seseorang sudah belajar menerima suatu hal dengan pergulatan batin yang berat, sangat mungkin dinding kekuatan itu roboh karena satu pertanyaan yang sudah ia jelaskan namun kamu lupakan.
Ya bisa jadi kamu ga tau seberapa sulit dia belajar menerima itu.
Bukan ga ingin dipedulikan, cuma aja dia jadi ragu itu bentuk kepedulian atau sekedar keingintahuan.
Boleh basa basi, tapi ingat juga jangan keterlaluan.
Kita ga tau isi hati manusia kan, entah berapa kali dia menghindari bahasan tak mengenakkan.
Lantas gimana dia bisa menutup luka itu dengan kisah baru jika terus saja dihantui pertanyaan perihal luka itu.
Ada seseorang yang demi untuk orang lain rela mematahkan hatinya sendiri, rela kehilangan dirinya sendiri, rela bangun kemudian jatuh berkali-kali, rela menjadi apa yang dia tidak inginkan, rela menangis untuk bahagia seseorang, dan itu semua karena demi.
Jangan mengutuk kebodohannya, dia bahkan sering kali mengutuk diri sendiri.
Baik atau buruk, untuk dia itu semua karena perihal demi.
Jika air mengalir dari tempat yang tinggi menuju tempat yang lebih rendah.
Mungkin dia mengikuti prinsip air, terus mengalir saja tapi dia lupa air juga sering terbentur batu, melewati tempat curam, bertemu berbagai tempat yang harus diisi sesuai bentuk masing-masing, dan kemungkinan terburuk terbawa arus tak bisa kembali.
Satu hal yang lupa dia pahami, bahwa air sumber kehidupan, maka ia sangat berarti.
Air itu tangguh, berani, mengalir untuk menghidupi dan dia ingin seperti air itu.
Terkadang dia tidak tau demi siapa mengungkapkan siapa dirinya.
Dan sebuah pengungkapan tidak lah berarti tanpa pengakuan bukan?
Kita punya beberapa hal yang berat untuk diungkapkan, namun dengan mudah seseorang meminta jawaban atas pertanyaan yang bahkan kita enggan mengungkapnya.
Yang ditanya ini serba ga enakan demi ngejawab.
Yang ditanya ini serba mendahulukan demi perasaan orang timbang perasaan sendiri.
Yang ditanya ini rela rapuh demi untuk mengulang hal yang sama.
Kamu boleh saja bertanya, tapi tidak menghakimi apa yang baik atau buruk menurutmu untuk dia lakukan.
Bertanya memang menunjukkan rasa kepedulian, tetapi jika dilakukan berulang-ulang itu bisa menjadi bomerang.
Bukan bagi yang bertanya, tapi bagi perasaan si penjawab.
Pada saat seseorang sudah belajar menerima suatu hal dengan pergulatan batin yang berat, sangat mungkin dinding kekuatan itu roboh karena satu pertanyaan yang sudah ia jelaskan namun kamu lupakan.
Ya bisa jadi kamu ga tau seberapa sulit dia belajar menerima itu.
Bukan ga ingin dipedulikan, cuma aja dia jadi ragu itu bentuk kepedulian atau sekedar keingintahuan.
Boleh basa basi, tapi ingat juga jangan keterlaluan.
Kita ga tau isi hati manusia kan, entah berapa kali dia menghindari bahasan tak mengenakkan.
Lantas gimana dia bisa menutup luka itu dengan kisah baru jika terus saja dihantui pertanyaan perihal luka itu.
Maka cobalah untuk menghargai demi itu, untuk dirinya yang demikian.